Sebelum Injil
Yesus Kristus menyinari panggung sejarah manusia, "kasih" kebanyakan
dimengerti dalam arti kepentingan diri sendiri. Mengasihi yang tidak layak
dikasihi, adalah sesuatu yang tak masuk akal. Allah yang penuh kasih datang
mencari manusia berdosa, adalah sesuatu yang tak terpikirkan dalam dunia bukan
Kristen.
Para penulis
Perjanjian Baru harus menciptakan suatu istilah baru untuk kasih, yaitu _ agape
_, untuk mengungkapkan tentang diri-Nya dalam Kristus dan bagaimana Dia ingin
kita bersikap kepada sesama kita. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus,
yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib
menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1Yoh 3:16).
Ikatan kasih
baru ini dinyatakan di Golgota. Orang-orang tebusan, sejak itu, menghampiri
Allah dan sesamanya dalam suatu dimensi yang tak pernah dikenal dan dialami
sebelumnya. _Agape_ kini harus menjadi "jalan yang lebih utama". (1Kor
12:31). Segera pula dia menjadi ciri gereja mula-mula. Yesus berkata: "Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling
mengasihi." (Yoh 13:34), dan "Dengan demikian semua orang akan tahu,
bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yoh
13:35).
Namun demikian,
bersama dengan berlalunya waktu, pudar pula dorongan sejati agape. Gereja masa
kini berkewajiban untuk menemukan ulang makna kasih. Agape bukan sekedar
perasaan. Kasih yang "tertidur" adalah kasih yang tak berkekuatan. Ia
menjadi dinamis hanya bila secara aktif ia mengasihi Allah seperti Allah
mengasihi kita; dinamis hanya jika ia menggelora tak tertahankan, mengasihi
saudara-saudara seiman, sesama manusia kita, dunia yang untuknya Kristus sudah
mati. (1Yoh 4:10-12 dan 2Kor 5:14).
Seperti pada
Allah, pada manusia pun kasih berkata: "Aku menghormati engkau. Aku
memperhatikan engkau. Aku bertanggung jawab atasmu."
_ Aku
menghormati engkau: _
Aku
memperlakukanmu sebagaimana adamu, suatu pribadi yang unik Seperti setiap kita
memiliki keunikan masing-masing. Aku menerimamu sebagaimana adamu dan mempersilakan
kau berkembang seperti kehendak Allah untukmu. Aku tak akan memperalatmu untuk
keuntunganku sendiri. Aku akan berusaha mengenalmu sedapat mungkin, sebab aku
tahu bahwa komunikasi dan pengenalan yang semakin dalam akan menumbuhkan pula
rasa hormatku padamu.
_ Aku
memperhatikan engkau: _
Apa yang terjadi
padamu, penting bagiku. Aku menaruh perhatian tentang diri dan pertumbuhanmu.
Aku ingin mendukung apa yang kau minati, bahkan jika itu berarti mengorbankan
minatku sendiri.
_ Aku
bertanggung jawab atasmu: _
Responku
terhadapmu tak lahir sebagai kewajiban yang membebaniku, tetapi sebagai suatu
kesukaan. Kebutuhan-kebutuhan rohanimu mendorongku mendoakanmu. Aku ingin
melindungimu, tetapi tanpa bertindak berlebihan. Aku akan mengoreksimu dalam
kasih, tetapi aku tidak akan mencari-cari kesalahan. Aku tidak akan senang atas
kelemahan dan kegagalanmu dan aku tak akan mengingat-ingatnya pula. Dengan
anugerah Allah, aku akan sabar dan tak akan mengecewakanmu. (1Korintus 13:1-13).
Kita mengenal
kasih Allah hanya karena kita menjawab kasih-Nya dalam Kristus. Saat terpenting
dalam hidup seseorang ialah keputusan untuk menerima kasih tanpa syarat ini,
yang melaluinya kita belajar mengasihi Dia dan meneruskannya kepada sesama
kita.
Allah adalah
kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita yaitu
bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita
hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi
Allah telah mengasihi kita. (1Yoh 4:8-10).<<keiya
meyoka>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar