Rabu, 28 Juni 2017

KEBENARAN HARUS ADA DI MULUT KITA

Bertemu dengan Yesus membuat orang harus berhadapan dengan kebenaran. Saat itulah segala dosa dan ketidaklayakan tersingkap dan menjadi nyata.

Pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria membongkar kebejatan dirinya. Ia tinggal bersama seorang laki-laki tanpa menikah. Laki-laki itu adalah laki-laki keenam yang pernah tinggal bersama dia (Yoh 4:16-18). Lalu terbongkar juga konsepsi yang salah tentang penyembahan. Orang Samaria, sama seperti orang Israel, memiliki pandangan bahwa ibadah harus dilakukan di satu tempat tertentu saja (Yoh 4:20). Bedanya orang Samaria menyembah yang tidak mereka kenal (Yoh 4:22). Ini berkaitan dengan kesalahan nenek moyang mereka, yang mencampuradukkan penyembahan kepada dewa asing dan kepada Yahweh sebagai akibat kawin campur.

Yesus menyatakan bahwa penyembahan kepada Allah tidak dibatasi oleh tempat (Yoh 4:21). Allah adalah Roh. Keberadaan-Nya tidak terbatas di satu tempat tertentu saja. Ia dapat ditemui umat-Nya di mana saja dan kapan saja. Maka yang penting bukanlah di mana tempat kita menyembah, tetapi bagaimana kita menyembah Dia. Allah adalah roh maka orang harus menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:23). Hanya orang yang dilahirkan dari roh (Yoh. 3:5) yang dapat menyembah Dia di dalam roh (Yoh 4:24). Hanya orang yang percaya penyataan Allah di dalam Yesus, yang dapat dibebaskan dari dosa dan menyembah Allah di dalam kebenaran.

Kini pun banyak orang yang beribadah dalam ketidaklayakan, kesalahan, dan mengutamakan hal-hal yang bersifat eksternal. Pendukung terciptanya suasana ibadah seperti tempat yang nyaman, liturgi yang menggugah, atau paduan suara yang megah tidaklah salah, tetapi bukan yang utama. Ibadah yang sejati adalah persekutuan manusia seutuhnya dengan Allah dalam segenap kemuliaan dan kebenaran-Nya. Ibadah sedemikian bukan sesuatu yang bersifat mekanis, bukan juga ritual belaka. Ibadah adalah hasil karya Roh Kudus di dalam hidup orang beriman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar