Bertemu
dengan Yesus membuat orang harus berhadapan dengan kebenaran. Saat itulah
segala dosa dan ketidaklayakan tersingkap dan menjadi nyata.
Pertemuan
Yesus dengan perempuan Samaria membongkar kebejatan dirinya. Ia tinggal bersama
seorang laki-laki tanpa menikah. Laki-laki itu adalah laki-laki keenam yang pernah
tinggal bersama dia (Yoh 4:16-18). Lalu terbongkar juga konsepsi yang salah
tentang penyembahan. Orang Samaria, sama seperti orang Israel, memiliki
pandangan bahwa ibadah harus dilakukan di satu tempat tertentu saja (Yoh 4:20).
Bedanya orang Samaria menyembah yang tidak mereka kenal (Yoh 4:22). Ini
berkaitan dengan kesalahan nenek moyang mereka, yang mencampuradukkan
penyembahan kepada dewa asing dan kepada Yahweh sebagai akibat kawin campur.
Yesus
menyatakan bahwa penyembahan kepada Allah tidak dibatasi oleh tempat (Yoh 4:21).
Allah adalah Roh. Keberadaan-Nya tidak terbatas di satu tempat tertentu saja.
Ia dapat ditemui umat-Nya di mana saja dan kapan saja. Maka yang penting
bukanlah di mana tempat kita menyembah, tetapi bagaimana kita menyembah Dia.
Allah adalah roh maka orang harus menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran (Yoh
4:23). Hanya orang yang dilahirkan dari roh (Yoh. 3:5) yang dapat menyembah Dia
di dalam roh (Yoh 4:24). Hanya orang yang percaya penyataan Allah di dalam
Yesus, yang dapat dibebaskan dari dosa dan menyembah Allah di dalam kebenaran.
Kini pun
banyak orang yang beribadah dalam ketidaklayakan, kesalahan, dan mengutamakan
hal-hal yang bersifat eksternal. Pendukung terciptanya suasana ibadah seperti
tempat yang nyaman, liturgi yang menggugah, atau paduan suara yang megah
tidaklah salah, tetapi bukan yang utama. Ibadah yang sejati adalah persekutuan
manusia seutuhnya dengan Allah dalam segenap kemuliaan dan kebenaran-Nya.
Ibadah sedemikian bukan sesuatu yang bersifat mekanis, bukan juga ritual
belaka. Ibadah adalah hasil karya Roh Kudus di dalam hidup orang beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar