Dua ribu
tahun yang lalu Yesus lakukan setelah tiba di Yerusalem adalah menyucikan Bait
Allah. Ini menegaskan bahwa Yesus memang datang sebagai raja dalam hal rohani,
bukan fisik. Tapi mengapa Bait Allah harus disucikan?
Seharusnya
Bait Allah adalah rumah doa (Mat, 21:13; Yes. 56:7) tempat umat beribadah dan
menyembah Allah. Bait Allah juga melambangkan kehadiran Allah yang memancarkan
kemuliaan dan kasih di tengah umat-Nya. Maka tidak heran Yesus melakukan mukjizat
penyembuhan bagi mereka yang datang ke situ (Mat,21:14). Sebagai akibatnya,
Yesus dielu-elukan sebagai Mesias (Mat, 21:15).
Kenyataannya
Bait Allah sudah disalahgunakan dan dinajiskan oleh orang-orang yang berjualan
di halaman Bait Allah, olahraga, dll. oleh para pemuka agama. Di situ ada
bandar penukaran uang dengan kurs yang sangat tinggi. Padahal setiap orang dari
luar Yerusalem yang ingin beribadah di Bait Suci haruslah menukar uangnya ke
mata uang lokal untuk membayar pajak Bait Suci. Demikian juga para pedagang
hewan kurban yang bersekongkol dengan para imam untuk menjual hewan kurban
dengan harga yang mencekik leher. Pada saat yang sama mereka menolak hewan yang
dibawa orang dari luar dengan alasan dibuat-buat. Mereka telah mengalihfungsikan
halaman Bait Allah dari tempat satu-satunya orang-orang bukan Yahudi boleh
turut beribadah kepada Allah Israel dengan menjadikannya pasar untuk bisnis
yang kotor. Tak heran Yesus marah dan menuduh para pedagang ini telah mengubah
Bait Suci menjadi sarang penyamun (Mat,21:13; Yer. 7:11). Dari sikap para
pemuka agama yang marah mendengar pujian bagi Yesus, kita tahu bahwa mereka
selain dengki kepada Yesus, mereka rupanya terlibat pula dalam kejahatan
tersebut.
Gereja memang
bukan Bait Allah. Namun gereja adalah komunitas orang percaya yang menjalankan
fungsi ibadah dan persekutuan. Maka gereja harus dijalankan dengan kudus dan
bukan untuk kepentingan berbisnis pribadi, di sebuah gereja, ada pemudi Kristen
yang sangat rajin beribadah dan melayani Tuhan, sepertinya tidak sedikit pun
noda dalam pelayanannya. Banyak orang mengira bahwa ia adalah seorang Kristen
yang dekat dengan Tuhan. Ternyata apa yang nampak di luar tidak selalu
mencerminkan apa yang ada di dalam. Baginya terlebih penting melayani daripada
persekutuan pribadi dengan Tuhan. Sekian tahun ia melayani, tetapi mengalami
kegagalan rohani, karena ia hanya melayani dirinya sendiri.
Namun betapa
kerasnya Yesus menegur segala macam bentuk kegagalan rohani. Pertama, Bait
Allah, tempat umat- Nya berdoa dan bertemu Allah, telah mereka jadikan tempat
perdagangan yang menghasilkan untung. Mereka bukan sekadar menyalahgunakan
fungsi Bait Allah sebagai tempat berdagang, tetapi kemarahan- Nya yang
sedemikian meluap dikarenakan umat-Nya yang seharusnya menjaga kekudusan dan
kekhidmatan rumah Allah telah menggeser: tujuan bagi Allah menjadi tujuan bagi
manusia. Bait Allah adalah rumah yang disediakan bagi umat untuk
memprioritaskan Allah, tetapi mereka telah menjadikan tempat untuk
memprioritaskan materi. Dua respons yang bertolakbelakang: respons orang buta
dan orang timpang, dan respons imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat (Matius
21:14-16) mencerminkan bagaimana keadaan saleh tampak luar tidak menjamin
kemurnian hati mereka meresponi pekerjaan Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat hidup dalam kebenaran mereka sendiri, sehingga hati mereka dipenuhi
kejengkelan menyaksikan mukjizat Allah.
Hal yang
kedua, Yesus mengutuk pohon ara yang hanya menghasilkan daun-daun dan tidak
menghasilkan buah. Apa gunanya daun tanpa buah? Manakah yang dinikmati orang:
daun atau buah? Yesus menggunakan contoh ini untuk menegur orang-orang Yahudi
yang mengaku sebagai umat Tuhan tetapi tidak mengalami persekutuan dengan
Tuhan. Apa gunanya nampak saleh jikalau rohaninya mati? Jikalau Tuhan
berkunjung ke rumah Kristen, ke gereja, ke kantor dimana Kristen berada, adakah
Ia pun kecewa karena hanya menemukan daun dan bukan buah?
Kristen yang
tidak memprioritaskan persekutuan dengan Tuhan akan mengalami kegagalan rohani,
walaupun nampaknya hidup, pada hakikatnya mati.
Waspadalah pada semangat dan bentuk ibadah yang berporoskan
keinginan manusia dan bukan kehendak Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar