Hukuman yang benar mengandung dua
unsur.Pertama, pembalasan. Perbuatan jahat harus mendapat balasan setimpal! Ini
penting untuk menunjukkan bahwa perbuatan jahat tidak pernah bisa dibenarkan!
Juga menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan dan bagi mereka yang mau
coba-coba.Kedua, disiplin. Yaitu, ?memaksa? pelaku kejahatan meninggalkan
perilaku jahat dan belajar berperilaku baik.
Pengharapan peratap pada perikop ini
didasarkan pada kasih setia (Ratapan 3:22-23, 32) dan keadilan Tuhan.
Penghukuman Tuhan adil, setimpal dengan dosa-dosa umat (Ratapan 3:42). Mengakui
dosa berarti bersedia menerima penghukuman-Nya (Ratapan 3:39-41), meski
menyakitkan sampai harus bercucuran air mata karena merasakan penolakan Tuhan
(Ratapan 3:43-48). Di sisi lain, oleh karena kasih setia-Nya maka tindakan
penghukuman Tuhan atas umat-Nya juga merupakan upaya pendisiplinan karakter.
Artinya penghukuman itu tidak untuk selama-lamanya, ada batasan waktunya. Akan
tiba saatnya, pemulihan terjadi (Ratapan 3:26-38). Akan tiba juga saatnya umat
Tuhan harus membuktikan diri sudah belajar dari kesalahan masa lalu untuk
melakukan hal yang benar di kemudian hari.
Di dalam Kristus, kita tahu bahwa
pengharapan peratap tidak sia-sia. Kristuslah jaminan bahwa pengampunan dan
pemulihan Tuhan merupakan suatu kepastian! Namun jangan lupa, sesuai keadilan
Allah, akibat-akibat perbuatan dosa kita di dunia ini pun harus siap kita
terima. Sekaligus hal ini merupakan cara Tuhan mendisiplin kita. Dengan
demikian kita sadar bahwa anugerah pengampunan itu tidak bersifat murahan. Bila
kita sudah diampuni, tetapi kembali bermain-main dengan dosa, itu berarti kita
menghina pengurbanan Kristus di salib. Maka marilah kita membuka diri untuk
dibentuk Tuhan melalui kesalahan kita yang lalu, demi kehidupan yang lebih baik
dan lebih memperkenan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar